Tuesday, November 27, 2018

Pengaruh Islam Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia

Pengaruh Islam di Bidang Bahasa

Konversi Islam nusantara awalnya terjadi di sekitar semenanjung Malaya. Menyusul konversi tersebut, penduduknya meneruskan penggunaan bahasa Melayu. Melayu kemudian digunakan sebagai bahasa dagang yang banyak digunakan di bab barat kepulauan Indonesia. Seiring perkembangan awal Islam, bahasa Melayu pun memasukkan sejumlah kosakata Arab ke dalam struktur bahasanya. Bahkan, Taylor mencatat sekitar 15% dari kosakata bahasa Melayu merupakan pembiasaan bahasa Arab.[7] Selain itu, terjadi modifikasi atas huruf-huruf Pallawa ke dalam huruf Arab, dan ini kemudian dikenal sebagai huruf Jawi.

Baca Juga : Cara Mudah hasilkan Bitcoin Gratis

Bersamaan naiknya Islam menjadi agama mayoritas kepulauan nusantara, terjadi sinkretisasi atas bahasa yang digunakan Islam. Sinkretisasi terjadi contohnya dalam struktur penanggalan Çaka. Penanggalan ini yaitu mainstream di kebudayaan India. Secara sinkretis, nama-nama bulan Islam disinkretisasi Agung Hanyakrakusuma (sultan Mataram Islam) ke dalam sistem penanggalan Çaka. Penanggalan çaka berbasis penanggalan Matahari (syamsiah, menyerupai gregorian), sementara penanggalan Islam berbasis peredaran Bulan (qamariah). Hasilnya pada 1625, Agung Hanyakrakusuma mendekritkan perubahan penanggalan Çaka menjadi penanggalan Jawa yang sudah banyak dipengaruhi budaya Islam. Nama-nama bulan yang digunakan tetap 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam). Penyebutan nama bulan mengacu pada bahasa Arab menyerupai Sura (Muharram atau Assyura dalam Syiah), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun, penanggalan hariannya tetap mengikuti penanggalan Çaka lantaran ketika itu penanggalan harian Çaka paling banyak digunakan penduduk sehingga tidak sanggup digantikan begitu saja tanpa membuat perubahan radikal dalam acara masyarakat (revolusi sosial).

Pengaruh Islam di Bidang Pendidikan 

Salah satu wujud imbas Islam yang lebih sistemik secara budaya yaitu pesantren. Asal katanya pesantren kemungkinan shastri (dari bahasa Sanskerta) yang berarti orang-orang yang tahu kitab suci agama Hindu. Atau, kata cantrik dari bahasa Jawa yang berarti orang yang mengikuti kemana pun gurunya pergi. Fenomena pesantren telah berkembang sebelum Islam masuk. Pesantren ketika itu menjadi tempat pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk, kurikulum dan proses pendidikan pesantren diambilalih Islam. 

Strategi Bitcoin Gratis


Pada dasarnya, pesantren yaitu sebuah asrama tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal bersama untuk berguru ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang disebut Kyai. Asrama siswa berada di dalam kompleks pesantren di mana kyai berdomisili. Dengan kata lain, pesantren sanggup diidentifikasi adanya lima elemen pokok yaitu: pondok, masjid, santri, kyai, dan kitab-kitab klasik (kitab kuning).[8] Seputar tugas signifikan pesantren ini, Harry J. Benda menyebut sejarah Islam ala Indonesia yaitu sejarah memperbesarkan peradaban santri dan pengaruhnya terhadap kehidupan keagamaan, sosial, dan ekonomi di Indonesia.[9] Melalui pesantren, budaya Islam dikembangkan dan menyesuaikan diri dengan budaya lokal yang berkembang di sekitarnya tanpa menjadikan konflik horisontal signifikan.

Pengaruh Islam di Bidang Arsitektur dan Kesenian

Masjid yaitu tempat ibadah umat Islam. Masjid-masjid awal yang dibangun pasca penetrasi Islam ke nusantara cukup berbeda dengan yang berkembang di Timur Tengah. Salah satunya tidak terdapatnya kubah di puncak bangunan. Kubah digantikan semacam meru, susunan limas tiga atau lima tingkat, serupa dengan arsitektur Hindu. Masjid Banten mempunyai meru lima tingkat, sementara masjid Kudus dan Demak tiga tingkat. Namun, bentuk bangunan dinding yang bujur kandang sama dengan budaya induknya.[10]



Perbedaan lain, menara masjid awalnya tidak dibangun di Indonesia. Menara dimaksudkan sebagai tempat mengumandakan adzan, permintaan penanda shalat. Peran menara digantikan bedug atau tabuh sebagai penanda masuknya waktu shalat. Setelah bedug atau tabuh dibunyikan, mulailah adzan dilakukan. Namun, ada pula menara yang dibangun semisal di masjid Kudus dan Demak. Uniknya, bentuk menara di kedua masjid menyerupai bangunan candi Hindu. Meskipun di masa sekarang telah dilengkapi menara, bangunan-bangunan masjid jauh di masa sebelumnya masih mempertahankan bentuk lokalnya, terutama meru dan limas bertingkat tiga. 
Seni Ukir. Ajaran Islam melarang kreasi makhluk bernyawa ke dalam seni. Larangan dipegang para penyebar Islam dan orang-orang Islam Indonesia. Sebagai pengganti kreativitas, mereka aktif membuat kaligrafi serta gesekan tersamar. Misalnya bentuk dedaunan, bunga, bukit-bukit karang, pemandangan, serta garis-garis geometris. Termasuk ke dalamnya pembuatan kaligrafi huruf Arab. Ukiran contohnya terdapat di Masjid Mantingan bersahabat Jepara, tempat Indonesia yang populer lantaran seni ukirnya. 



Seni Sastra. Seperti India, Islam pun memberi imbas terhadap sastra nusantara. Sastra bermuatan Islam terutama berkembang di sekitar Selat Malaka dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan sastra Hindu-Buddha. Sastrawan Islam melaksanakan gubahan gres atas Mahabarata, Ramayana, dan Pancatantra. Hasil gubahan contohnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya, Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayat Panjatanderan. Di Jawa, muncul sastra-sastra usang yang diberi muatan Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, atau Arjuna Sasrabahu. Di Melayu berkembang Sya’ir, terutama yang digubah Hamzah Fansuri berupa suluk (kitab yang membentangkan problem tasawuf). Suluk gubahan Fansuri contohnya Sya’ir Perahu, Sya’ir Si Burung Pingai, Asrar al-Arifin, dan Syarab al Asyiqin.

Sistem Pemerintahan

Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha. Tetapi sesudah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam menyerupai Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya.
Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.

Sistem Kalender

Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari menyerupai legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram membuat kalender Jawa, dengan memakai perhitungan peredaran bulan (komariah) menyerupai tahun Hijriah (Islam).
Nama-nama bulan yang digunakan yaitu 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam). Demikian pula, nama-nama bulan mengacu pada bahasa bulan Arab yaitu Sura (Muharram), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun, penanggalan hariannya tetap mengikuti penanggalan Saka lantaran penanggalan harian Saka ketika itu paling banyak digunakan penduduk Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.

Aksara dan Seni Sastra

Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka kuat terhadap bidang huruf atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal goresan pena Arab, bahkan berkembang goresan pena Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu goresan pena Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak memakai gejala a, i, u menyerupai lazimnya goresan pena Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berubah menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam yaitu seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra imbas Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak menerima imbas Persia.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu memakai huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a. Hikayat yaitu dongeng atau dongeng yang berpangkal dari insiden atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk insiden atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang populer yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b. Babad yaitu kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai insiden sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk yaitu kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon yaitu hasil sastra yang sangat bersahabat dengan Suluk lantaran berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.

Kedatangan Islam ke Indonesia membawa imbas cukup besar bagi kebudayaan Indonesia. Tetapi bukan berarti menghapus semua yang ada sebelumnya. Misalnya, kesenian wayang yang telah ada sebelum kedatangan Islam. Bahkan wayang ini digunakan para wali untuk mengembangkan agama Islam.

No comments:

Post a Comment